Menjadi Dewasa?

"Tidak ada alasan khusus kenapa aku menyisipkan foto pantai dicatatanku ini, tidak ada korelasi dari makna apa yang terkandung dari gambaran pantai dan ceritaku kali ini. Ya karena memang kehidupan seperti itu, terlihat random dimata manusia padahal sejatinya semua berkaitan satu sama lain, seperti mata rantai yang saling terhubung". 

Ini adalah tulisan pertamaku setelah beberapa bulan sempat berhenti. Aku membiarkan diri sendiri tidak melakukan apapun selain rutinitas orang dewasa, bekerja dan beristirahat selepasnya.
Dengan berbagai alasan dan faktor yang barangkali tidak cukup untuk mentoleransi diri sendiri yang entah belakangan ini kehilangan selera untuk menulis, ya sejujurnya aku bukan seorang penulis hanya sebatas senang saja, untuk mengisi waktu luang. 

Membiarkan diri sendiri tidak melakukan apapun bisa menjadi kebaikan kecil atau juga kejahatan besar menurutku. Tergantung seberapa lama dan seberapa sering kita membiarkan diri sendiri tidak melakukan apapun. Jika sesekali boleh saja tapi jika menjadi kebiasaan menurutku itu sebuah kejahatan terhadap diri sendiri, Tapi merubah kebiasaan juga tidak mudah, butuh kegigihan untuk melakukannya. Aku sendiri belum bisa sampai pada tahap itu. 

Sebagai seorang yang juga sedang bertumbuh dan ditempa aku mengerti kadangkala beberapa dari kita berpikir bahwa sedewasa ini belum ada hal menakjubkan yang bisa  dicapai, tapi aku juga percaya bahwa ada hal lain yang hanya diri sendiri yang mengerti bahwa benar aku bertumbuh secara perlahan, meski belum pada kestabilan finansial barangkali kita akan lebih dulu stabil secara emosional atau apapun yang tidak selalu berbentuk materil. ini adalah opiniku tentang itu. Tapi menurut teman-teman bagaimana?.

Aku berupaya untuk terus membaca kedalam diri, apa sejatinya yang menyebabkan hilangnya seleraku dalam melakukan berbagai aktivitas produktif yang padahal sangat kugemari. Aku juga tahu hal-hal seperti ini bukan hanya aku yang alami, teman-teman diluar sana juga, teman-teman yang sedang memasuki fase dewasa. Banyak alasan menurutku, mulai daripada kebutuhan yang sudah berbeda, prioritas yang berbeda sampai dengan kesibukan yang menyita waktu.

Kita tentu sudah tidak asing dengan istilah quarter life crisis, istilah yang menggambarkan tentang kondisi psikologi seseorang yang merujuk pada keadaan emosional yang umumnya dialami oleh orang-orang berusia 18 hingga 30 tahun, seperti perasaan khawatir terhadap masa depan, keraguan terhadap kemampuan diri sendiri, dan kebingungan menentukan arah hidup. Barangkali demikianlah arti daripada quarter life crisis berdasarkan artikel yang pernah kubaca.

Sama seperti manusia muda usia 20 an, akupun adalah salah satu yang juga sedang hidup di quarter life crisis, dan setiap dari kita akan menghadapi itu mau tidak mau, suka tidak suka, terlepas berapa lama ketidaknyamanan itu pada akhirnya segala kehidupan yang sedang berlangsungpun akan berlalu, akan dilewati dengan akhir cerita yang berbeda yang tak terduga. 

Semua orang pernah payah, tapi semua orang juga pernah bersinar. Semua dari kita akan mencari jalan meski tidak selalu menemukan jalan yang kita tuju, kadang justru kita tersesat dijalan yang lebih baik. Menurutku jika bicara kehidupan itu seperti teka-teki, seperti tak pernah berakhir, semakin jauh semakin bingung, atau justru semakin mengerti, semakin jelas arah atau semakin kabur kita melihatnya, tapi terlepas daripada semua itu kita akan selalu sampai pada kesimpulan yang akan terus berkembang, yang membentuk dan menuntut kita untuk tidak berhenti belajar.

Ada banyak orang dengan cara yang berbeda dalam melihat kehidupan, semua dan apa-apa yang ditampilkan dalam perilaku seseorang menurutku selalu memiliki alasan, pengalaman-pengalamannya lah yang membentuk manusia dan ditampilkan pada apa yang mereka tunjukkan kepada kita, pengalaman baik pun pengalaman buruk.

Sedikit berbagi, tapi kurasa ini bukan hal yang istimewa, sebab semua orang aku rasa akan mengalaminya, meski siapapun yang mengenalku tahu bahwa akupun seperti halnya manusia yang baru saja dewasa secara usia, tapi tidak sedikit orang menilaku sebagai seorang yang hidupnya mulus dan enak-enak saja. "Kok hidupnya asyik, kok senang-senang aja" begitulah orang lain melihat. Namun justru dari sanalah lahir rasa berharga dan syukur atas segala kehidupan, bahwa artinya orang lain begitu percaya terhadapku bahwa aku memang dapat hidup dengan baik, lalu hal itulah yang menjadi kekuatan bagiku bahwa memang aku berharga, orang lain saja percaya masa aku tidak percaya atas diriku sendiri, begitulah kurang lebih.

Dan aku berharap siapapun yang membaca ini juga merasa demikian, penilaian orang yang melihat kehidupan kita baik dan menyenangkan, meski tak selalu baik menjadikan kita lebih memahami bahwa apa yang kita miliki hari ini berharga, bahwa ada orang-orang yang sangat menginginkan hidup seperti kita lebih daripada kita menginginkannya. Ada orang yang antusias atas masa depannya, ada orang yang menyerahkannya pada takdir, ada yang sangat berambisi mewujudkan sesuatu, ada yang kehilangan ambisi karena sesuatu. Bicara hidup dan kehidupan tidak pernah ada habisnya, bicara masalah demi masalah seakan tidak ada ujungnya, begitulah kehidupan akan terus berjalan hingga akhir. 

Ini adalah sepotong cerita yang kuharap bisa mewakili sedikit daripada perasaan dan pikiran teman-teman yang sedang berada diquarer life crisis. Bukan bermaksud menggurui dan merasa paling, lagipula aku juga belum banyak melakukan apapun dan belum berhasil atas sesuatu yang bisa dianggap pencapaian atau kesuksesan yang didefinisikan oleh struktur sosial yang kita tahu. Tapi menurutku definisi sukses dan pencapaian setiap orang berbeda, yang terpenting kita tahu harus apa untuk hidup dan kehidupan.

Komentar

  1. Setelah baca, aku jadi lebih dan makin sayang banget sama diri sendiri. Gapapa ya berjalan pelan, asalkan jangan berhenti untuk terus berjuang. Sayang banget sama aku huhu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer