pada takdir
Aku ingin terus menari
Bersama wajah-wajah lugu yang hampir mati
Bersama riak-riak tawa yang tercekat
Bersama angin-angin yang berhamburan.
Sampai Tuhan menghendaki untuk berhenti
Sampai pada akhir yang tak terduga nanti
Pada takdir yang tak tertebak
Pada akhir yang tak terelak
Kepasrahan pada hidup yang tak lagi hidup.
Namun, bukankah harusnya manusia terus berupaya?
Bukankah manusia bisa berdaya?
Mengupayakan hal-hal baik sebelum takdir berbalik?
Kau lebih dulu pasrah pada takdir
Sedang aku masih mengamin pada ingin
Kemudian hanya ada mantra-mantra yang terdengar lirih, hampir tak ada suara disana
Tanpa cara, kita tak bergerak kemana kita ingin
Kau kehabisan upaya, meski aku tak kehabisan do'a
Kau dengan sebatang lisong dan aku masih dengan secangkir omong kosong, katamu demikian.
Beradu pandang pada wajah yang kelam
Beradu rayu pada malam-malam yang sayu.
Barangkali Tuhan lebih menyukaimu
Menyukai kepasrahanmu
Katamu kau telah berupaya dengan segala daya
Aku bisa apa?
Selain memberimu jeda
Aku bisa apa?
Selain memohon untuk tak kehilangan selera pada hidupmu yang penuh tragedi
Pada ceritaku yang tak kalah komedi
Kau datang pada gerbong lain yang tak ada aku disana
Keretamu lebih dulu cepat melesat, tak berhenti pada perhentian manapun
Sedang aku masih menunggu orang lain untuk datang, siapa saja. kau ataupun wajah lain yang bahkan tak kukenal
Pada gerbong yang sama, pada jalan yang terus terlewat, tak berhenti
Aku masih mematung pada lamun.
Aku tak berkehendak pada kepasrahanmu yang lugu
Ketidakberdayaanmu yang mengakar
Tapi aku juga sepertimu, menjadi konyol karenanya
Katamu segalanya sudah usai
Sedang kau tau bahwa dari diriku belum pernah diselesaikan
Tak pernah habis meski seringkali kugilas habis
Tak menunggumu pulang, tapi tak juga menerima selain dirimu untuk datang
Nanti jika ada kesempatan kita bersama kembali, katamu demikian
Nanti kita bertemu lagi pada diri yang tak lagi berduri, kataku kemudian
Aku ingat, waktu itu petang sedang menyusup diam-diam
Tapi rupanya kita tak miliki itu
Bukan..
Maksudku rupanya kesempatan itu jauh
Tak terkejar..
Tak tercipta untuk dua orang yang tak berhenti riuh
Tak dihadirkan untuk dua wajah yang tak mencari.
Rupanya Tuhan ingin kita ciptakan sendiri
Kesempatan itu, katamu kau sedang menuju
Tapi kulihat kau berlari ke arah lain membelakangiku
Kau selalu menjadi pemenang
Sedang aku masih menjadi selalu yang terpaksa kalah.
Komentar
Posting Komentar