puisi : wajah lain


Pada lorong ramai itu, ada dua wajah yang terbaca
Diantara warna warna yang tak terhitung
Diantara wajah-wajah yang beringsut menjauh 
Satu wajah masih sibuk mengulang 
Pada halaman buku yang sama
Pada bab-bab yang sama
Pada babak cerita yang serupa
Terus diulang, ia baca lamat-lamat tak ada kata yang berubah
Tak ada halaman yang bertambah

Satu wajah lainnya yang masih berhadapan, kini telah meringsut mundur perlahan
Lambat-lambat wajahnya hilang ditelan waktu, ditelan kegelapan
Ia telah habis membaca, tak menginginkan buku yang sama untuk ia baca kembali
Tak menginginkan babak baru
Tak mengharap keajaiban lain pada lorong itu 

Ia bergegas menulis, berlembar-lembar
Sebuah buku telah ia habiskan, tak ada wajah siapapun dari masa lalu
Tak ada wajah siapapun dari lorong ramai itu
Yang ada hanya wajah baru yang tak dikenali, asing bagi wajah lainnya

Seorang itu terus hidup, sementara wajah dilorong masih berkutat pada buku dan lembar-lembar yang sama
Tapi lorong itu masih ramai
Ia tenggelam, tapi ia harus pergi tanpa tahu jalan kembali

Cahaya-cahaya larut dalam belaian malam
Suara-suara meredup menjadi hening lantunan nyanyian
Hanya doa-doa dari suara-suara serak dibalik bilik rumah-rumah
Gemintang kian surut ditarik waktu fajar
Sementara ia masih belum terpejam
Dalam lorong itu tak ada lagi siapapun kecuali wajahnya yang kusut tak tidur semalaman.


Komentar

Postingan Populer